Alasan Kita Tidak Suka Pelajaran Sejarah

Berapa banyak dari kita yang waktu sekolah dulu malas sekali belajar sejarah? Ayo ngaku, guys (“,) Nggak usah malu. Anda nggak sendirian kok. Saya juga termasuk orang yang menganggap mata pelajaran sejarah itu nggak penting waktu sekolah dulu. Dan sekarang saya coba merangkum beberapa alasan dari hasil mengobrol dengan teman-teman dan murid-murid writing workshop, juga melakukan survei kecil-kecilan. Sebenarnya apa sih alasan sebagian besar orang ‘membenci’ pelajaran sejarah?

1. Membosankan. Bener banget! Menghapal tanggal, bulan, nama pelaku sejarah, berikut dengan deretan peristiwa-peristiwanya, duh mumet deh kepala!

2. Gaya mengajar guru sejarah yang ‘membosankan’ dan tidak menarik. Okay, mungkin nggak semua guru. Tapi pengalaman saya dulu begitu. Dan pengalaman teman-teman yang share dengan saya. Mungkin pembaca bisa share juga, apakah ada yang pernah beruntung menemukan guru sejarah yang keren dan asyik cara mengajarnya? Di tunggu di kolom komentar ya.

3. Semua tokoh pahlawan di dalam sejarah tampak sempurna, bahkan terlalu sempurna. Hm… Sepertinya buku sejarah agak alergi memasukkan kesalahan atau ketidaksempurnaan para tokoh. Yang saya maksud, tentu buku sejarah untuk pelajaran di sekolah. Hal itu membuat mereka seperti dewa. Buku-buku tidak memanusiakan mereka, bahwa mereka juga pernah salah, pernah merasa sendirian, menjadi manusia sama seperti kita.

Ketika saya mulai meriset untuk menulis City of Heroes, saya banyak membaca buku sejarah dengan sudut pandang yang lebih luas, ditulis dari berbagai sumber, baik dari jurnalis maupun saksi hidup. Ketika Presiden Soekarno diangkat menjadi presiden pada rapat tanggal 18 Agustus 1945, setelah rapat sederhana itu, beliau pulang ke rumah dan di jalan beliau memesan sate 50 tusuk dan makan di sana, di pinggir got dengan lahap. Saya tersentuh dan merasa beliau juga manusia biasa sama seperti saya.

Rekan saya, seorang guru les pernah bercerita tentang pengalamannya mengajar seoarang anak SMP yang bersekolah di Singapura. Dalam buku teks sejarah Singapura, ketimbang disuruh menghapalkan nama dan tanggal, murid-murid SMP diminta membaca kisah krisis di Singapura pada awal kemerdekaan, dan membuat teks pidato seandainya mereka adalah Sang Perdana Menteri yang harus menangani krisis waktu itu. Hal seperti ini jarang diberikan di buku sejarah kita, setidaknya menurut pengalaman saya.  Ketika masih SMA, saya ingat kalau saya lebih dituntut untuk menghapal tanggal-tanggal agresi militer dan perundingan.

4. Tidak berdampak langsung pada kehidupan. Pelajaran sejarah memang tidak terlihat berdampak langsung pada kehidupan seperti matematika, bahasa, atau sains. Bagaimana bisa belajar tentang rentetan peristiwa masa lalu, tumbangnya kerajaan bisa menolong kehidupan saya? Namun tanpa sejarah kita tidak bisa berkaca dan tidak tahu siapa diri kita. Orang yang tidak tahu identitas mereka, mereka akan kehilangan arah.

Alasan-alasan di atas menyebabkan pelajaran sejarah di sekolah terasa tidak memberikan dampak yang nyata, tidak ada hubungannya dengan kehidupan sehari-hari. Sejarah hanyalah sejauh menghapal nama, tanggal, dan peristiwa. Buku teks sejarah sering lupa bahwa ada kisah-kisah yang begitu manusiawi menghilang. Karena itu, ketika menulis novel City of Heroes, saya dan rekan saya mencoba menghadirkan sisi kemanusiaan yang membuat pembaca muda bisa relate, walaupun setting waktunya berbeda puluhan tahun. Semoga kedepannya bisa lebih banyak buku sejarah untuk para pelajar di sekolah yang mengedepankan sisi kemanusiaan, selain hanya menyajikan kumpulan teori.

Baca gratis novel City of Heroes di sini

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s