Pernahkah kamu membaca salah satu adegan dalam ceritamu dan terasa membosankan atau datar? Jangan khawatir, kamu bisa memperbaikinya, dengan mencari tahu apa yang tidak berfungsi di sana. Saya memiliki lima kemungkinan penjelasan untuk kamu cek pada ceritamu.
1. Dialog yang terlalu banyak
Jujur saya menyukai dialog karena dialog bisa mengeluarkan banyak karakterisasi dan konflik pada sebuah adegan. Tetapi jika kamu mengandalkan dialog untuk hal-hal yang tidak perlu–kamu justru malah membahayakan adegan. Berapa terlalu banyak itu? Tergantung dengan tujuan adegan itu sendiri, cerita, karakter, dan gaya menulismu. Aturan praktis saya adalah jika kamu menulis lebih dari 60% dialog dengan sedikit atau tanpa aksi atau eksposisi, itu sudah terlalu banyak. Masukkan lebih banyak aksi, eksposisi, dan monolog dalam batin, lalu tinjau perubahanmu.
2. Eksposisi yang terlalu banyak
Eksposisi sangat penting untuk membantu pembaca memahami dunia yang mereka masuki dan karakter yang mereka temui, tetapi eksposisi juga bisa dengan mudah menjadi tempat untuk membuang informasi dan menyeret adegan ke bawah. Kamu bisa mengalihkan beberapa informasi latar belakang ke dalam dialog. Mungkin salah satu karakter menjelaskannya kepada yang lain. Kamu juga bisa mengolah eksposisi menjadi detail cerita kecil. Pembaca tidak perlu mengetahui sejarah lengkap 100 tahun perang di dunia fantasi ceritamu. Mintalah karakter untuk menyebutkannya secara sepintas atau biarkan pembaca melihat sebuah tugu peringatan.
3. Kurangnya deskripsi setting

Dalam dunia fiksi kamu ingin memberi pembaca jendela ke dunia ceritamu tanpa menjadi terlalu deskriptif. Beri tahu mereka bagaimana bentuk, warna, serta aroma kota. Tapi jika itu tidak penting untuk cerita, jangan terlalu deskriptif. Pembaca mungkin tidak membutuhkan tata letak yang presisi dari sebuah café yang baru saja dimasuki oleh karakter kamu. Pembaca tidak perlu tahu ada 20 meja, masing-masing dengan empat kursi. Sebagai gantinya, sebutkan bahwa ada lebih dari selusin meja yang tersebar, serta warna dan suasana ruangan. Libatkan panca indera untuk deskripsi yang halus dan konsisten.
4. Kurangnya suasana atau atmosfer
Ketika saya mengatakan atmosfer, maksudnya bukanlah deskripsi pada setting, meskipun itu juga berperan di sini. Perasaan adegan harus sesuai dengan apa yang terjadi di plot. Kamu membangun suasana melalui deskripsi, perjuangan internal karakter, tindakan, emosi, dan dialog. Jika potongan-potongan ini tidak bekerja sama, maka kamu tidak akan memiliki atmosfer.
Anggap saja seperti sebuah restoran mewah tempat karakter akan melamar pacarnya. Makanan di restoran tersebut harus enak, pembaca juga mungkin mengharapkan pencahayaan yang redup, lilin cantik di atas meja, para tamu yang tenang, pelayan yang mengenakan seragam, dan musik yang lembut. Semua potongan kecil ini bekerja sama untuk membangun suasana restoran.
5. Tidak ada ketegangan atau konflik
Sebuah cerita tidak pernah sesederhana melakukan perjalanan ke dari Jakarta menuju Yogyakarta. Jika kamu merasa tidak ada ketegangan dalam sebuah adegan, tambahkan masalah. Mungkin kedua karaktermu bertengkar atau hampir ketinggalan kereta. Mungkin rencana mereka tidak ada yang berjalan sesuai rencana. Atau mungkin sesederhana karakter yang berdebat soal langkah selanjutnya. Ketegangan dan konflik juga bisa bersifat internal. Memiliki keseimbangan antara konflik eksternal dengan ketegangan internal penting untuk cerita apa pun.