Sang Mantan Planet

Musim dingin abadi di ujung tata surya memang tak pernah membosankan. Ada-ada saja yang terjadi. Aku baru saja menyeduh secangkir kopi panas, dan bersandar di kursi malasku ketika mataku tertumbuk pada sebuah headline berita dari bumi.

Pluto Masih Eksis !!!

“Hah?!”, saking kagetnya hampir saja kopiku tumpah. Aku meletakkan cangkir dengan perlahan. Sejak tahun 2006 sahabatku Pluto dipecat begitu saja dalam sebuah konferensi ilmuwan di Praha. Status planetnya diganti dengan sebutan Asteroid 134340. Sejak itu pula bumi tak berminat lagi padanya sementara ia menjadi bahan tertawaan di seluruh tata surya.

Eris – Asteroid Paling Eksis

ErisOh ya, namaku Asteroid 136199. Kalau susah mengingatnya, panggil saja aku Eris. Tak perlu mencoba mengingat-ingat, besar kemungkinan kau tak kenal aku walaupun aku asteroid terbesar di tata surya ini. Kita jelas tidak bertetangga, rumahku sangat jauh, hampir tiga kali jarak Pluto dari matahari. Para ilmuwan di planetmu pernah bermaksud menobatkanku sebagai planet ke-10 karena aku sedikit lebih besar dari Pluto. Tapi nggak jadi, malahan kehadiranku membuat mereka meninjau ulang status Pluto sebagai planet dan berakhir dengan pemecatannya. Tak heran bila Pluto membenciku gara-gara itu.

Ketika Pluto Ditendang Keluar

Well, aku tak peduli dengan status ‘asteroid’ atau ‘hampir planet,’ sih Tapi status “mantan planet” rupanya masalah besar bagi Pluto. Para planet lain menertawakan dan mengejeknya habis-habisan. Pluto mengurung diri berbulan-bulan. Sebagai sahabat, aku bermaksud baik mengunjunginya, tapi dia malah menyalahkanku dan kami pun bertengkar hebat.

“Semua gara-gara kamu! Enyah kamu sekarang! Pergiiiiii!!!!”

“Kau memang tak pantas jadi planet!” ku banting pintunya dengan keras.

Untung saja kami ada di ujung tata surya sehingga keributan memalukan ini tak tercium wartawan.

Dua jam kemudian, ada yang mengetuk pintu rumahku. Ternyata Pluto.

“Maafkan aku Eris,” dia berkata lirih tak berani menatapku.

Aku menarik napas dalam-dalam, bagaimanapun juga Pluto temanku. Kami sudah bersahabat selama milyaran tahun. “Ayo masuklah,” jawabku.

Kami menghabiskan jam-jam berikutnya dengan bermain games Star Wars. Apa saja agar Pluto melupakan frustasinya. Setelah kami kelelahan dan badai kosmik mengamuk di luar dengan suhu super dingin, aku bangkit membuatkan teh hangat. Pluto bergelung dengan selimut di sofa ruang tamuku. Dia tampak lemas dan pucat.

Pluto 2Pluto mengalihkan wajah kelamnya pada perapian di pojok ruangan,” tak adil, itu peraturan yang dibuat-buat,” renungnya muram.

Aku mengingat-ingat, ada tiga alasan mengapa Pluto dipecat, dia terlalu kecil, terlalu jauh dan…

“Mereka menuduhku memotong orbit Neptunus, Eris. Bisa kau bayangkan?” Pluto menggeram marah, “Padahal Neptunus yang memotong orbitku. Hanya karena badannya raksasa, Ilmuwan berpihak padanya.”

“Yeah… Neptunus memang keterlaluan,” aku menanggapi. Pluto melengos kesal.

protest for plutoTelevisi di ruang tamuku menyiarkan protes keras dari para fans berat Pluto.

“Apakah menjadi planet  penting untukmu, Pluto?”

Lama sekali Pluto tenggelam dalam kebisuan. Hening menyelubungi ruangan.

“Aku tak peduli kau planet atau bukan, kau tetap sahabatku.”

Pluto menggeleng, “Kau tidak mengerti Eris. Kita terbuang di ujung tata surya, tak ada yang memperhatikan kita. Kita bukan planet, kita bukan siapa-siapa,” katanya dengan nada pedih. Tak sanggup ia membayangkan harus menjalani hidup seperti ini dalam milyaran tahun ke depan.

“Kau salah.”

Pluto menegakkan wajahnya menatapku.

“Lihatlah Titan, dia bukan planet. Tapi dia punya danau metana, ilmuwan lebih tertarik padanya dari pada Saturnus yang narsis itu. Kemudian Europa, dia punya lautan yang sangat besar. Namanya juga diabadikan sebagai salah satu benua di bumi.”

“Masa sih? Bukankah mereka mengirim Cassini demi cincin Saturnus?”

Aku terkekeh, “Kau percaya dengan bualannya Saturnus?” Saturnus memang narsis. Nggak penting banget.

Kujelaskan panjang lebar pada Pluto, “Awalnya memang begitu, tapi sekarang Cassini lebih sering memotret satelit-satelitnya, terutama Titan. Komet-komet juga nggak kalah eksis kok. Halley baru muncul 75 tahun sekali, tapi orang-orang bumi memburunya setengah mati. Dan tahukah kau, belakangan Miranda juga populer di bumi.”

“Apa? Satelit Uranus super dingin itu? Apa yang ilmuwan lihat darinya?” Seru Pluto.

Aku mencondongkan tubuhku dan berbisik, “Konon dia terlibat affair dengan voyager II.”

Untuk pertama kalinya Pluto tersenyum, “Kau terlalu banyak nonton infotainment.”

Tak lama kemudian, kami tenggelam dalam gosip tentang siapa saja seleb baru yang lebih populer dari planet-planet sampai akhirnya badai kosmik diluar sudah mereda. Pluto pamit.

“Pluto, kau tak harus menjadi planet untuk membuatmu merasa berharga. Jadilah dirimu sendiri,” kataku sambil membuka pintu.

Pluto memelukku, “Terima kasih Eris, kau membuatku merasa lebih baik.”

Sensasi Sang Mantan Planet

pluto 3Aku tersenyum di depan layar laptopku. Ternyata Pluto memang masih eksis. Para ilmuwan menemukan satelit barunya dan berita-berita itu mendadak menjadi headline di media astronomi paling populer di bumi, seperti Discovery Channel, Sky & Telescopes dan National Geographic.

Prof. Mike Brown dari observatorium Palomar yang pertama kali menemukan keberadaanku, berkomentar soal Pluto di depan para wartawan, “Ini merupakan pengingat yang sangat baik, bahwa kau tak perlu menjadi planet untuk menarik perhatian siapa pun,” katanya.

Selamat yah Pluto, kamu masih menjadi sensasi 🙂

Written By: Ellen & Sylvia

6 thoughts on “Sang Mantan Planet

Leave a comment