Rekomendasi: 5 Novel Agatha Christie Terbaik

Jika Anda penggemar kisah-kisah detektif, Anda tidak boleh melewatkan novel-novel karya Agatha Christie. Namun jika belum pernah membaca karyanya dan bingung mulai dari mana, jangan khawatir! Saya merekomendasikan 5 novel Agatha Christie terbaik di postingan berikut.

5 novel ini adalah favorit saya dan siapa tahu juga akan jadi favorit Anda. Selamat membaca 🙂

1. The Murder of Roger Ackroyd

Roger Ackroyd adalah seorang duda kaya yang tunangannya baru saja bunuh diri karena pemerasan. Setelah menerima surat misterius yang mengungkapkan nama si pemeras, Roger dibunuh di ruang kerjanya yang terkunci.  The Murder of Roger Ackroyd adalah cerita detektif klasik dengan akhir cerita yang benar-benar mengejutkan. Begitu disukai pembaca dan dianggap sebagai salah satu yang terbaik dari buku-buku Agatha Christie. Sebuah cerita detektif brilian yang mengukuhkan reputasi Agatha Christie sebagai Ratu Misteri. Jangan lewatkan ya!

2. And Then There Were None

And Then There Were None bercerita tentang delapan orang karakter yang asing satu sama lain menerima undangan untuk alasan yang berbeda agar datang ke sebuah pulau. Tak lama setelah kedatangan mereka, orang-orang mulai tewas satu per satu. Menjadi sangat jelas kalau ada seorang pembunuh di antara mereka. Novel ini mempunyai tone yang cukup gelap dan memiliki kemampuan menipu Anda. Sampai Anda merasa yakin siapa pembunuh sebenarnya, tapi kemudian plot berubah ke arah yang berbeda. Tak heran kalau novel ini akan selalu menjadi karya Agatha Christie favorit saya sepanjang masa.

3. Murder on the Orient Express

Pembunuhan di Orient Express adalah cerita detektif Agatha Christie yang paling terkenal yang menampilkan Monsieur Poirot. Sejak diterbitkan pada tahun 1937, novel ini telah diadaptasi berkali-kali untuk radio, film, televisi, dan bahkan game. Setelah menerima telegram mendesak di Istanbul, Poirot kembali ke London dengan menumpangi kereta Orient Express yang mewah. Pada malam kedua perjalanan, kereta dihentikan oleh hujan salju yang lebat, Poirot dan seluruh penumpang terjebak. Selama waktu inilah Samuel Ratchett, salah satu penumpang, dibunuh.

Buku ini adalah bacaan yang menyenangkan dan Anda tidak pernah benar-benar tahu kapan Anda akan menemukan kebenarannya. Anda harus memasukkannya ke dalam daftar bacaan Anda.

4. Death of The Nile

Hercule Poirot yang malang ingin sekali menikmati liburannya tapi apa boleh buat dia harus menyelidiki pembunuhan yang terjadi saat sedang dalam pelayaran mewah Nil. Seorang wanita muda nan cantik dan kaya raya yang merupakan pengantin baru dibunuh. Kepiawaian Agatha Christie dalam membangun plot dan twist tidak perlu diragukan lagi. Death of The Nile adalah novel yang merepresentasikan kisah romantis yang istimewa tetapi tragis.

5. The A.B.C. Murders

Dalam The A.B.C Murders, Hercule Poirot menunjukkan kemampuan detektif terbaiknya untuk menangkap seorang pembunuh berantai. Pelakunya secara metodis membunuh orang-orang dalam urutan abjad serta mengolok-olok Poirot dalam serangkaian surat. Di novel ini Agatha Christie jauh lebih filosofis dibandingkan novel-novel Poirot lain yang pernah saya baca. Ini adalah buku klasik yang cocok untuk membuat Anda duduk di kursi dan tenggelam ke dalam buku untuk waktu yang tidak terlalu lama.  

5 Tips Menulis seperti Edgar Allan Poe

Sebagai penulis, bakat Edgar Allan Poe memang tak terbantahkan. Waktu dua abad sudah cukup membuktikan bahwa tulisan-tulisannya tak lekang oleh waktu. Banyak sekali penulis yang terinspirasi dari karya-karyanya. Oleh karena itu dalam postingan kali ini saya membagikan 5 tips menulis fiksi seperti Edgar Allan Poe.

1. Mengetahui akhir cerita sebelum mulai menulis

Dalam esainya The Philosophy of Composition, Poe mengatakan bahwa setiap plot harus diuraikan sampai akhir sebelum dicoba dengan pena. Dengan denouement yang ada dalam pandangan secara terus-menerus maka kita dapat memberikan plot udara konsekuensi yang tak tergantikan. Memang membutuhkan waktu yang lebih lama jika kita melakukan ini Writers, tetapi saya pribadi tidak akan mulai menulis jika ending cerita belum saya dapatkan. Dan ini terbukti benar-benar membantu saya dalam menyelesaikan tulisan.

2. Karya harus memiliki kesatuan efek dan orisinalitas

Poe menulis kalau dia lebih suka memulai ceritanya dengan pertimbangan efek. Menjaga orisinalistas selalu dalam pandangan. Dia akan bertanya dari efek atau kesan yang banyak manakah yang harus dipilih? Apakah jiwa yang rentan atau intelek atau hati? Setelah efek jelas maka dia akan mempertimbangkan apakah efek tersebut paling baik ditulis dengan nada atau insiden. Tidak heran kalau tulisan-tulisannya mempunyai efek maksimal dalam setiap definisi horor psikologis.

3. Kematian adalah subyek termurni

Dengan demikian, melankolis adalah nada puitis yang paling sah … Saya bertanya pada diri sendiri — ‘Dari semua topik melankolis, apa, menurut pemahaman universal umat manusia, yang paling melankolis?’ Kematian — adalah jawaban yang jelas. ‘Dan kapan,’ kataku, ‘apakah topik yang paling melankolis ini paling puitis?’ Dari apa yang telah saya jelaskan secara panjang lebar, jawabannya, di sini juga, jelas — ‘Ketika itu paling dekat dengan Kecantikan: kematian, maka, tentang seorang wanita cantik, tidak diragukan lagi, adalah topik paling puitis di dunia — dan juga tidak diragukan lagi bahwa bibir yang paling cocok untuk topik semacam itu adalah bibir seorang kekasih yang berduka.’ Itu yang dikatakan Poe dalam esainya The Philosophy of Compostion.

Kematian tidak bisa dihindari tetapi respon dan reaksi emosional manusia terhadapnya sangat kompleks mulai dari denial, mati rasa, terkejut, amarah, lega, menyalahkan, pahit, kesedihan dan lainnya. Inilah yang Poe gali dalam cerita dan puisi-puisinya. Dia mencari sesuatu yang paling puitis dan melankolis untuk ditulis, agar bisa menyentuh emosi manusia yang paling mendalam.

4. Pilih setting yang sesuai untuk cerita

Dalam setiap puisi dan ceritanya, Edgar Allan Poe dengan cermat menggunakan aspek setting seperti waktu, warna, dan citra untuk memberikan efek yang sangat suram sehingga pembaca dapat terhubung dengan peristiwa mengerikan dalam cerita dan bersimpati dengan narator atau karakter.

Di cerpennya The Fall of the House of Usher, pembaca dapat melihat ketekunan Poe dalam menciptakan setting suram yang akan mempengaruhi nada puisi serta emosi dan perasaan pembaca. Setting dan deskripsinya diatur untuk cerita yang gelap, suram dan mengerikan.

Paragraf pertama The Fall of the House of Usher:

Pada suatu hari nan gelap dan sunyi di tengah musim gugur, dengan awan-awan menggantung sangat rendah di langit, aku berkuda sendirian melewati Kawasan pedesaan yang suram. Ketika hari berganti malam, akhirnya kujumpai Kediaman Keluarga Usher yang bernuansa sendu. Entah mengapa, sewaktu melihat sekilas bangunan itu, rasa sedih yang tak tertahankan menyelimuti jiwaku. Ya, tak tertahankan, karena perasaan ini tidak berkurang oleh perasaan yang sedikit menyenangkan, karena perasaan puitis biasanya muncul saat melihat pemandangan semuram atau seburk ini. Saat menatap pemandangan yang terhampar di hadapanku—rumah tua itu dan lanskap biasa di sekitarnya, tembok-tembok suramnya, jendela-jendela bak mata yang menerawang, beberapa baris rumput alang-alang, beberapa pepohonan yang batangnya membusuk—jiwaku merasa sangat depresi. Sensasi yang hanya bisa dirasakan seseorang setelah mengonsumsi opium. Ada perasaan dingin, terpuruk, sakit—pikiran suram yang pekat yang tidak bisa ditembus oleh imajinasi apa pun.

5. Protagonis Anda adalah antihero

Salah satu yang saya pelajari dari banyak karya-karya Poe adalah dia menciptakan karakter utamanya sebagai penjahat, orang gila, atau keduanya. Seringkali naratornya tidak bisa diandalkan. Tapi ini yang membuat ceritanya kompleks. Dia berani menciptakan karakter delusional, gila, kehilangan akal dan kejam. Dia juga berani menggali sudut-sudut tergelap dalam pikiran manusia sehingga ceritanya bisa menjadi sangat menakutkan.

Jika Anda adalah salah satu penggemar Edgar Allan Poe cerita atau puisi manakah yang paling membuat Anda takut?