Bagaimana Menulis seperti Agatha Christie

Agatha Christie adalah salah satu penulis terlaris sepanjang masa. Buku-bukunya terjual lebih dari 2 miliar eksemplar dan telah diterjemahkan ke 100 bahasa. Tak heran jika dia dijuluki Sang “Ratu Kejahatan.” Nah, jika Anda ngefans dengan novel-novelnya atau mungkin tertarik ingin menulis novel crime, detective, yuk intip postingan berikut:

Plot

Pembaca setia Agatha Christie tahu bahwa biasanya dia akan memulai cerita dengan pembunuhan, kemudian beralih ke si pembunuh dan motifnya. Setelah itu, dia akan merencanakan tersangka lain dan motif mereka juga. Ini membuat Agatha lebih mudah untuk memasukkan petunjuk-petunjuk penting dan impresi palsu untuk mengalihkan perhatian pembaca pada pelaku sebenarnya. Misterinya selalu dirancang untuk memanipulasi perasaan pembaca, untuk melibatkan mereka dalam misteri dan bersama-sama mencoba memecahkan kasus tersebut.

Agatha Christie juga tidak pernah meremehkan kecerdasan pembacanya. Dia sering mengembangkan ceritanya di sepanjang baris yang sama: pembunuhan akan ditemukan baik oleh karakter detektif utama atau karakter yang terkait dengan kejadian tersebut.

Karakter

Novel-novel Agatha Christie terkenal dengan karakter-karakter uniknya. Dia memahami bahwa kualitas karakterisasi adalah kunci utama untuk membuat pembaca ketagihan. Karakter Anda harus menjadi karakter yang dapat dipahami oleh pembaca, baik untuk dikagumi atau dibenci. Intinya mereka harus memicu emosi pembaca Anda.

Agatha Christie juga mengandalkan penjahat yang tak terlupakan. Dia menciptakan penjahat yang menarik dengan sisi gelapnya. Dia mengandalkan dialog untuk membantunya dalam mengatur kecepatan cerita dan meningkatkan ketegangan. Ceritanya dimulai dengan banyak deskripsi dengan tujuan memberi jalan pada interaksi dan dialog antar karakter.

Setting

Sering kali dalam novel Agatha Christie, setting itu sendiri akan memungkinkan twist bekerja. Seperti dalam Murder on the Orient Express, strategi pembunuhan berhasil karena para karakter berada di kereta yang terjebak dalam tumpukan salju.

Kemudian dalam And Then There Were None, Agatha Christie menjebak karakter-karakternya di sebuah pulau, dan semua karakter terbunuh satu per satu. Jika tidak ada orang lain di pulau tersebut, pastilah salah satu karakternya tidak benar-benar mati dan jadi pembunuhnya kan?

Gaya Bahasa

Agatha Christie menggunakan bahasa sehari-hari dan kalimat-kalimatnya aktif. Hal ini membuat pembacanya nyaman. Meskipun begitu, dia tidak menganggap pembacanya bodoh. Plotnya menipu, cerita-ceritanya adalah kombinasi cerdik antara kejahatan dan psikologis.

Jangan Lakukan Hal-hal Ini Saat Menulis Plot Twist

Bayangkan pembaca Anda membuka buku Anda, lalu mereka mulai menelusuri narasi yang Anda tulis. Narasi itu membangun dan membangun, dan kemudian sesuatu terjadi! Sebuah rahasia besar terungkap. Lalu satu rahasia lagi. Dan kemudian satu lagi. Itulah yang membuat perjalanan membaca menjadi lezat, berisi, tegang, tidak nyaman, dan sangat mendebarkan.

Tapi masalahnya bagaimana membuat perjalanan tersebut terasa alami dan tidak dipaksakan. Bagaimana mengatur agar plot twist Anda mengejutkan pembaca tanpa keluar sepenuhnya dari logika cerita yang Anda bangun? Anda bisa melihat  postingan sebelumnya tentang 5 hal yang Anda lakukan untuk menulis plot twist yang baik. Kali ini saya memberikan tips tentang apa yang sebaiknya tidak dilakukan untuk membuat plot twist Anda berhasil.

1. Jangan membuatnya terlalu jelas

Hal  pertama yang harus dilakukan adalah menghilangkan yang terlihat sangat jelas. Buang semua solusi yang Anda pikirkan agar protagonis Anda berhasil. Pikirkan skenario lain. Lalu buang itu juga :). Plot twist seharusnya tidak terduga. Pembaca Anda tidak bisa menebak bagaimana buku Anda berakhir. Tetapi…mereka harus tersenyum ketika hal itu terjadi. Segila apa pun twist yang Anda buat ketika mereka berpikir, mereka akan berkata: kami melihat tanda-tandanya, tapi kami tidak menebaknya.

Pet Semetary adalah salah satu contoh yang ingin saya bahas untuk hal ini. Ada beberapa plot twist dalam Pet Semetary, saya bisa menebak salah satunya ketika seorang anggota dalam keluarga tersebut tewas. Tapi saya tercengang ketika cerita hampir berakhir, Stephen King memilih jalan yang benar-benar tak dapat saya tebak. Meskipun saya lebih memilih akhir yang ‘menyenangkan’ tapi hei…ini genre horor jadi saya tersenyum, menggelengkan kepala kagum. Premisnya berhasil dan jika Anda mencintai genre ini atau thriller dan suspense, saya menyarankan untuk membaca bukunya atau menonton filmnya.

card2. Jangan memperlihatkan kartu Anda terlalu cepat

Teknik foreshadowing atau petunjuk dan pertanda yang muncul di awal cerita yang akan terjadi kemudian dalam cerita—sangatlah penting dalam menulis fiksi. Tetapi ketika Anda menyiapkan plot twist, Anda tidak boleh memperlihatkannya terlalu banyak. Karena itu akan membuat pembaca Anda dapat menebak apa yang akan terjadi, dan akhirnya twist Anda gagal.

Tahan informasi sampai tidak dapat ditahan lagi. Ini membantu meningkatkan ketegangan dalam cerita Anda. Segera setelah memasukkan plot twist, jalan cerita harus menjadi lebih baik dan lebih kuat. Pembaca Anda akan memburu dan mencari petunjuk bahwa twist ini akan terjadi. Petunjuk harus ada tapi Anda harus tahu bagaimana mengaturnya.

Contoh foreshadowing: Mereka pikir tidak akan ada lagi mayat; Namun, mereka tidak bisa mempercayai pemikiran seperti itu lagi. →→ Ini adalah foreshadowing tentang akan ada pembunuhan lagi di bab-bab selanjutnya.

3. Jangan terlalu sering membuatnya

Pembaca jelas akan berhenti mempercayai narator atau buku Anda, jika Anda melakukan hal ini. Mereka akan berpikir Anda melakukannya hanya untuk sensasi semata. Jadi batasi twist Anda.

puzzle4. Jangan menggunakan tipuan

Pembaca membeli buku Anda tentu bukan untuk merasa tertipu dan dibohongi. Kita sering menonton atau membaca cerita dengan adegan yang mengerikan, berbahaya, dan mengancam, tapi tiba-tiba yang kita lihat kemudian adalah sang karakter terbangun dan yang dia alami adalah mimpi buruk. Itu agak menyebalkan buat saya, apalagi jika dilakukan berulang kali. Adegan tersebut sangat klise dan sebagian besar pembaca Anda mungkin akan bisa menebaknya. Tapi apakah itu berarti tidak boleh menggunakan adegan mimpi sama sekali? Tentu Anda tetap dapat melakukannya, tapi cukup ceritakan mimpi tersebut pastikan itu menakutkan dan berakhir dengan hal yang tidak diprediksi.

Saya melakukannya di novel saya City of Heroes, ketika protagonis cerita, Orion, bermimpi tentang Indonesia di masa depan, ketika musuhnya mengambil alih negara ini. Orion menceritakan mimpinya semalam karena mimpinya cukup mengerikan, jadi Orion tak bisa lupa soal itu dan semakin mendorongnya untuk mencari cara agar mimpi tersebut tak akan pernah terwujud dan Indonesia tetap merdeka.

Pembaca Anda ingin terlibat secara emosional terhadap cerita Anda. Sehingga jangan menggunakan trik-trik yang disengaja.

Yang terpenting adalah plot twist juga harus memperdalam karakter-karakter Anda sehingga pembaca terlibat secara emosional dengan novel Anda. Selamat menciptakan plot twist kalau begitu, Writers 🙂