Dalam kehidupan sehari-hari mengobrol atau berdialog adalah hal yang alami kita lakukan. Namun, menulis dialog untuk cerita Anda tidaklah sama dengan obrolan face to face biasanya.
Dialog Anda harus mengungkapkan karakter Anda, juga membawa cerita Anda maju. Kedengarannya sulit ya, tetapi dalam postingan berikut ini, Anda bisa melihat kesalahan-kesalahan dalam menulis dialog yang sering terjadi agar Anda bisa menghindarinya:
1. Mencoba mengcover banyak hal
Salah satu kesalahan yang fatal dalam menulis dialog adalah menumpahkan semua informasi ke dalam satu adegan. Terlalu banyak informasi akan membuat pembaca Anda bingung dan juga mengganggu cerita Anda.
Jika karakter Anda harus melakukan banyak obrolan dalam suatu waktu, maka Anda harus menanyakan tindakan apa yang akan mereka ambil, dan mengapa mereka mengambil tindakan tersebut?
Misalnya, jika karakter Anda bernama Jennie mengetahui pacarnya–Ruben berselingkuh, apakah langkah selanjutnya dari Jennie? Haruskah dia langsung menghadapi Ruben, atau menunggu mengambil tindakan lain di adegan lain?
Dialog Anda harus fokus pada satu topik dalam satu waktu dan mengungkapkan sedikit demi sedikit informasi kepada pembaca Anda akan membuat mereka lebih tertarik.
2. Telling bukan Showing
Teknik telling dan showing adalah salah satu teknik yang harus dikuasai oleh setiap penulis. Dalam menulis kita harus mengetahui kapan menggunakan teknik ini untuk mendapatkan hasil maksimal.
Agar lebih jelas tentang teknik ini, Anda bisa melihat postingan berikut: CARA MENULIS: SHOW VS TELL
Dalam obrolan biasa dengan teman, kita bisa mengatakan kepada mereka: “Saya sedih sekali.” Tapi dunia tulisan adalah dunia ‘lain’. Anda harus menambahkan suasana hati dan bahasa tubuh. Karena tindakan nonverbal kita juga adalah komunikasi.
Hanya menulis “Aku marah.” Tanpa menggambarkan matanya yang memerah, dan tangannya yang mengepal dengan keras, Anda akan menghilangkan pengalaman yang lebih kaya dari pembaca Anda. Tentu saja itu harus sesuai dengan konteks dialog Anda.
3. Dialog tag terlalu deskriptif
Di buku-buku pertama saya, saya sering melakukan hal ini. Dialog tag sangat diperlukan dan menulis “katanya,” “ucapnya,” “lanjutnya,” memang membosankan. Seringkali saya menuliskannya dengan rumit atau mendeskripsikannya secara berlebihan. Saya pernah menulis adegan menuang teh dan memberikan embel-embel dialog tag sampai ke motif-motif cangkirnya. Akhirnya saya menyadari saya tidak perlu melakukannya, toh cerita saya kan bukan soal teh.
Dialog tag ada untuk maksud fungsional dan bukan deskripsi. Tidak apa sesekali Anda menggunakan, “katanya,” atau “lanjutnya,” dan sejenis itu. Tetapi Anda harus memasukkan dialog tag yang berfungsi untuk dialog Anda. Sehingga meningkatkan kontennya.
Contoh:
Sebagai contoh: “Mengapa ini busuk?” Ken melemparkan apel itu ke tempat sampah di seberang ruangan dengan geraman. → dialog tag ini langsung memberi kesan betapa kesalnya Ken. Dan mungkin mengungkapkan karakter Ken yang pemarah.
Sebagai catatan, Anda tidak perlu selalu menambahkan dialog tag setiap kali karakter bicara. Yang terpenting, pembaca harus tahu siapa yang bicara.
4. Tidak mempunyai tujuan
Dialog Anda harus mempunyai tujuan. Dialog harus mendorong cerita Anda maju. Dan dalam setiap adegannya, itu tidak boleh hanya menjadi obrolan tanpa arah. Setiap interaksi harus memiliki tujuan. Jika itu tidak memenuhi tujuan, maka Anda harus membuangnya.
5. Membiarkan semua karakter terdengar sama
Gaya dan cara bicara dari karakter Anda sangat penting. Ketika mereka berbicara dengan menggunakan dialog, mereka harus berbeda satu sama lain. Mereka semua mempunyai karakterisasi masing-masing; Sehingga cara mereka bicara, kata-kata yang mereka gunakan dan cara mereka berpikir berbeda. Saat menyusun karakterisasi, tetapkan gaya dan cara yang unik untuk masing-masing karakter utama Anda.
Salah satu kesalahan umum lain yang terkait dengan hal ini adalah membuat karakter kita terdengar seperti diri kita. Tapi sebagai penulis, kita harus keluar dari kesalahan ini. Karakter yang kita ciptakan adalah pribadi yang berbeda. Dengan memiliki karakterisasi yang mendetail terutama dengan karakter-karakter utama, maka ini dapat dihindari.
Dialog bukan hanya pengisi halaman-halaman novel akan tetapi setiap interaksi, adegan, informasi yang ada di dalamnya haruslah mendorong cerita Anda ke depan. Semoga tips di atas membantu Anda Writers 🙂
Sekarang aku tahu cara menulis dialog dengan baik hehe, thanks mbak. Sangat bermanfaat untuk dipraktekan menulis di blog 👌🏻
LikeLiked by 1 person
Sama-sama 🙂
LikeLike
Sangat membantu mbak, meskipun saya lg belum mood membuat tulisan fiksi. Masih banyak belajar. Penjelasannya cukup mudah dipahami. Smg mudah pula diterapkan.
LikeLiked by 1 person
You are welcome. Keep writing!
LikeLike
Oh iya kak. aku mau tanya dong. Jadi ‘kan aku lagi bikin cerita fiksi nih. Ceritaku pake sudut pandang ketiga. Jadi ceritanya tuh si Hero sedang melakukan Rakugo (Sit Down Comedy). Nah jadi ceritanya si Hero sedang menceritakan cerita tentang dialog seorang pencuri dan rekan pencuri.
Ini bagian dialog si Hero:
“Ah, selamat pagi semuanya. Saya ucapkan terima kasih kepada semuanya yang sudah mau datang kesini. Perkenalkan nama saya Ango, seperti yang sudah kalian lihat di papan sebelah saya ini.
“ada pepatah lama mengatakan “bahkan seorang pencuri memiliki alasannya sendiri.” Tapi, pencuri dalam cerita ini tidak punya banyak alasan seperti biasanya. Hal ini berlaku ganda bagi pencuri dalam cerita ini. Bos dan anteknya. Anteknya seorang yang serius dalam bekerja.”
Ini bagian si pencuri dan rekannya yang di ceritakan oleh si Hero:
“Apa yang salah denganmu? Kenapa kau selalu seperti ini? Jika kau tetap begitu, suatu hari nanti aku juga bisa tertangkap. Sudah saatnya kita mengambil langkah masing-masing. (Pencuri 1)
“Eh?! jangan begitu dong bos! Kita ditakdirkan untuk bersama! Aku bersumpah, aku akan berubah! Aku akan menjadi pencuri terbaik yang pernah kau lihat! Aku akan berjuang keras sampai kau bilang aku hebat!” (Pencuri 2)
pertanyaannya adalah apakah bisa diberi tanda disetiap dialog seperti “pencuri 1 dan pencuri 2” agar pembaca lebih paham maksud ceritanya?
LikeLiked by 1 person
Hai Hilmi, jika sudut pandangnya adalah orang ketiga, maka dialog tetap di tulis dengan sense orang ketiga tersebut, dalam hal ini harus dijelaskan secara deskriptif tentang Ango yang bercerita tentang pencuri di atas panggung.
Berikut contoh perbaikannya:
“Selamat pagi semuanya!” sahut Ango dengan suara yang lebih keras daripada yang diinginkannya. Tak seperti biasanya, dia gugup, karena ada Fiona dibarisan depan. Tersadar semua orang menatap matanya kini, dia melanjutkan kata-katanya berusaha menekan rasa gugup.
“Saya ucapkan terima kasih kepada semuanya yang sudah mau datang ke sini. Perkenalkan nama saya Ango. Saya ingin Anda semua melihat papan sebelah saya ini.”
“Semua dapat membacanya ya? Di situ tertulis bahwa ada pepatah lama mengatakan bahkan seorang pencuri memiliki alasannya sendiri. Tapi, pencuri dalam cerita yang akan Anda dengar sebentar lagi ini tidak punya banyak alasan seperti biasanya,” kata Ango yang kini sudah dapat menguasai dirinya. Entah kenapa, mungkin karena dia melihat samar-samar Fiona tersenyum atau itu hanya perasaannya saja. “Hal ini berlaku ganda bagi pencuri dalam cerita ini. Bos dan anteknya. Anteknya seorang yang serius dalam bekerja,” lanjutnya lagi.
“Oke…sekarang kita mulai ceritanya.” Ango menarik napas, dan mulai mengubah suaranya, kemudian, kisah pencuri itu pun dimulai.. “Apa yang salah denganmu? Kenapa kau selalu seperti ini? Jika kau tetap begitu, suatu hari nanti aku juga bisa tertangkap. Sudah saatnya kita mengambil langkah masing-masing!” sahut si Bos atau pencuri 1.
“Eh?! jangan begitu dong bos! Kita ditakdirkan untuk bersama! Aku bersumpah, aku akan berubah! Aku akan menjadi pencuri terbaik yang pernah kau lihat! Aku akan berjuang keras sampai kau bilang aku hebat!”
Tidak masalah menulis pencuri 1 atau 2 tapi sebaiknya masukkan ke dalam narasi jangan di dalam kurung. Pembaca harus paham dulu ada cerita di dalam cerita. Kemudian buat mereka masuk ke dalam ceritanya Ango. Sehingga mereka tidak bingung. Untuk mengetesnya, berikan kepada orang lain untuk membacanya, kalau mereka bingung, maka naskah harus direvisi. Semoga membantu ya Hilmi 🙂 Keep writing!
LikeLike
Oke kakkk makasih yaa. nanti saya coba tes ke orang lain naskah sebelum dan sesudah revisi. sekali lagi terima kasihhhh!
LikeLike
Sama-sama Hilmi 🙂
LikeLike