6 Cara Menulis Cerita Distopia Bagian 2

Fiksi distopia adalah genre yang mampu menyentuh sisi anak-anak dalam diri kita, tapi juga menyentuh rasa kemanusiaan kita dengan cara yang berbeda dari fiksi-fiksi lainnya. Karena itu saya mendedikasikan dua postingan terbaru tentang bagaimana cara menulis cerita distopia.

Jika Anda belum sempat membaca bagian pertama dari postingan ini, Anda dapat klik di sini. Sekarang mari kita lanjutkan poin 4 sampai 6 dari bagaimana cara menulis cerita distopia:

4.  Menciptakan plot penuh konflik, tantangan, dan ancaman

Karena distopia adalah tempat yang buruk, maka setting cerita tersebut biasanya merupakan tempat yang kaya akan konflik dan masalah. Narasi maju sampai pada peristiwa-peristiwa ekstrim, sampai kita mendapatkan kesan akan terjadinya ‘kiamat’.

Dalam novel Unwind, konflik utamanya adalah seputar hak para anak untuk dapat hidup dari pilihan tanpa belas kasihan orang tua mereka untuk menyerahkan mereka ke tempat ‘pembantaian’ saat mereka berusia 13 tahun, usia yang masih sangat muda menghadapi penolakan dari orang tua, dibuang dari masyarakat. Untuk berjuang bertahan hidup mereka harus lari dari tempat yang mereka sebut ‘rumah’ mencari ‘rumah’ lain bersama orang-orang buangan, yang penuh masalah dan pengkhianatan. Konflik batin dan krisis kemanusiaan yang gelap dan menegangkan.

Saat menulis sebuah distopia, pikirkan skenario terbaik dan terburuk. Hal terburuk apakah yang dapat terjadi pada protagonis Anda? Membawa karakter-karakter Anda kepada skenario terburuk sangat baik untuk menciptakan konflik. Di mana ada ketidakadilan, bahaya atau penindasan, artinya ada situasi menarik bagi karakter untuk melawan atau melarikan diri.

15. Memberikan karakter motivasi yang masuk akal

Seperti dalam genre lain, motivasi karakter juga penting dalam fiksi distopia. Harus ada alasan mengapa perusahaan seperti The Circle ingin mengambil alih dan mengawasi semua warga negara. Atau mengapa Presiden Snow dalam The Hunger Games mengadakan pertandingan hidup dan mati untuk pengalihan dari dunia nyata yang sebenarnya terjadi di antara 13 distrik yang ada.

Para antagonis dapat termotivasi karena: ideologi baru atau tatanan sistem dunia baru, kekuasaan, keserakahan, dendam atau latar belakang trauma pribadi yang membuat mereka pahit. Sementara para protagonis dapat termotivasi karena: berjuang untuk orang yang disayanginya, menyelamatkan diri dan bertahan hidup dari sistem yang ada, hingga akhirnya mereka harus melawan. Apa pun alasan karakter Anda untuk menegakkan atau menghancurkan kondisi distopia dalam cerita Anda, itu tetap harus masuk akal untuk cerita tersebut.

6. Menyampaikan pesan yang dalam

Fiksi distopia menggambarkan masa depan di mana masyarakat telah jatuh ke dalam kehancuran. Di mana kehidupan dan alam telah dieksploitasi sampai titik terendah. Pesan secara general dari cerita-cerita distopia adalah ketidakpercayaan terhadap kemanusiaan, atau peringatan terhadapnya. Cerita-cerita ini mengkritik apa yang sedang kita lakukan sekarang dan konsekuensi-konsekuensi terburuknya di masa depan.

Jadi kisah distopia ditulis untuk mengingatkan diri kita sendiri akan dampak besar yang kita miliki pada dunia kita sendiri. Mungkin keinginan untuk memahami masa kini dan mengubahnya, yang memungkinkan kita membayangkan masa depan seperti itu. Maka jika Anda tertarik atau sedang menulis cerita distopia jangan melupakan sisi kemanusiaan.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s