Ke kota mana pun saya pergi, saya akan selalu mencari museum yang ada di kota tersebut. Karena museum adalah bukti bahwa kita adalah bangsa yang mengingat. Seperti kata-kata dari Mas Hendi Jo, seorang jurnalis di Majalah Historia dan penggiat sejarah: “Jangan menjadi bangsa tanpa ingatan.” Mas Hendi juga berkata: Sejarah ada untuk dilupakan oleh orang-orang yang tak tahu malu…Nah karena saya tidak mau menjadi salah satu orang yang tak tahu malu, maka saya akan selalu pergi ke museum 🙂
Pada hari terakhir setelah lima hari di PangkalPinang sebelum terbang kembali ke Jakarta, saya menyempatkan diri untuk ke Museum Timah. Saat itu sekitar pukul 10.30 pagi, saya berangkat dari hotel menuju museum timah. Tidak jauh dari tempat saya menginap. Karena hari itu hari Senin, maka hanya saya dan rekan saya pengunjung di sana. Di lobi depan kami mengisi buku tamu dan ketika menanyakan berapa harga masuk, mereka bilang “gratis”. Wah 🙂
Ketika saya dan rekan saya mulai melihat-lihat, seorang siswa berseragam datang memandu kami sepanjang museum. Namanya Silvianti, siswa SMK 3 PangkalPinang, sedang magang di Museum Timah. Meski museumnya terbilang kecil, hanya terdiri dari satu lantai dan beberapa ruangan saja. Tapi kondisi museum terurus, rapi dan bersih.

Alat-alat Penggalian Timah di abad-abad awal
Silvianti menjelaskan kalau timah di pulau Bangka tinggal 20 persen untuk di darat. Dan di laut sekarang ada sekitar 80 persen. Pada abad-abad awal penemuannya, para penduduk dapat melihat timah di atas tanah pekarangan rumah mereka setelah hujan turun. Karena hujan akan menyapu pasir-pasir yang ringan dan tinggallah timah-timah di atas tanah. Mungkin karena itu banyak pelaut India menyebut pulau ini Wangka, yang dalam bahasa Sansakeerta berarti Timah.
Pada tahun 1293 Bala tentara Kublai Khan (Yuan) menyerang Singosari, serangan tersebut berhasil dilumpuhkan dan dipukul mundur oleh pasukan Singosari di bawah Raden Wijaya. Tiga ribu prajurit Yuan terbunuh. (Naskah “Yuan Shi”) Dalam pelayaran kembali ke Tiongkok, dua ribu prajurit yang luka parah diturunkan di Pulau Karimata. Kuat dugaan mereka akhirnya menyebrang ke Belitung Timur. Dipercaya merekalah perintis penggalian timah di Belitung.

Miniatur Kapal Keruk – 22 Kundur-1
PT. Timah TBK, Pangkal Pinang –Bangka Belitung
Kualitas timah Indonesia adalah yang terbaik di dunia. Meskipun secara kuantitas kita masih kalah dengan Tiongkok. Tidak heran sejak awal, kendali dan monopoli dari timah di Bangka sudah menjadi rebutan dari kerajaan-kerajaan pada abad-abad awal, kesultanan Palembang, Inggris, Belanda dan Jepang.
Lebih dari 200 tahun masyarakat Bangka menderita di bawah kolonialisme Inggris dan Belanda karena eksplotisai timah. Depati Amir dan anaknya melawan penjajahan ini tanpa mengenal lelah. Mereka ditangkap, disiksa dan dibuang ke Desa Airmata, tempat terakhir mereka. Nama Depati Amir sendiri diabadikan sebagai nama Bandar Udara Kota PangkalPinang.
Bangunan yang sekarang menjadi Museum Timah Indonesia, PangkalPinang sendiri didirikan semasa jaman Kolonial Belanda oleh BTW (Banka Tin Winning Bedrijff), sebagai Rumah Dinas Hoofd Adminstrateur BTW.
Pada awal tahun 1949, gedung ini digunakan menjadi tempat persiapan Perundingan Roem-Royen. Perundingan antara wakil pemerintah Republik Indonesia, utusan Komisi Tiga Negara/ KTN (PBB) dan utusan Pemerintah Hindia Belanda. Setelah melalui beberapa kali perundingan di PangkalPinang lahirlah Konferensi Roem-Royen atau Roem-Royen Statement tanggal 7 Mei 1949.

Balok Timah Produksi Bangka
Barulah pada awal tahun 1960 museum tersebut dikembangkan menjadi Museum Timah dengan tujuan awal sebagai sarana pembelajaran dunia pertimahan. Anda dapat melihat alat-alat penambangan timah kuno seperti: rantai kayu, gayung kayu, belincong tambang. Juga Balok timah dari abad ke 8 M hingga sekarang, foto-foto kegiatan penambangan timah pada zaman penjajahan Belanda, dan masih banyak lagi koleksi lainnya.
Jika ada kesempatan untuk pergi lagi ke Bangka, maka saya harus mampir ke Museum Timah di Muntok, yang juga merupakan salah satu tempat pengasingan Bung Karno.
Oh iya, Silvianti juga mengatakan ada baiknya datang ke Museum Timah PangkalPinang pada hari Sabtu dan Minggu. Memang akan lebih ramai, tapi pada kedua hari tersebut pengunjung bisa mendaftar tur sejarah keliling kota PangkalPinang, sayang sekali hari Sabtu sebelumnya saya masih bekerja, jadi mungkin lain waktu, datang kembali ke kota ini untuk menjelajahi lebih banyak lagi sejarah Bangka. Nah jika Anda berkesempatan datang ke Bangka jangan lupa mampir ke Museum Timah.
Jam Kunjungan Museum Timah PangkalPinang:
- Senin – Kamis : 08.00 – 16.00 WIB
- Sabtu – Minggu : 08.00 – 16.00 WIB
- Jumat dan Hari Libur Nasional TUTUP
Wah, baru tau… Ternyata menarik juga yaa main ke museum. Sayang waktu ke Bangka saya gak sempet mampir ke museum timah…
LikeLiked by 1 person
Semoga bisa nanti di lain waktu ada kesempatan lagi 🙂
LikeLike