Suara dalam batin menyatakan kebenaran. Mereka mengungkapkan baik kegelapan, maupun harapan dan impian yang tersembunyi— Unknown Author.
Dalam sebuah novel, karakter-karakter dalam cerita tidak hanya berbicara satu sama lain, tetapi kadang-kadang mereka juga berpikir dan berkata-kata di dalam hati. Monolog dalam batin ini sering dikenal dengan istilah suara batin merupakan sarana ideal untuk menyalurkan emosi tokoh dalam cerita. Keseimbangan dalam menggunakan suara batin ini tergantung pada seberapa pentingnya mengungkapkan perasaan para tokoh dalam cerita, dan bagaimana penulis menginginkan ceritanya mengalir.
1. Suara Batin Langsung
Menggunakan kalimat yang persis sama dengan yang dipikirkan oleh karakter fiksi tersebut. Banyak penulis yang menuliskan suara batin langsung ini dengan kalimat yang dicetak miring.
Contoh:
Api merebak dengan ganas tanpa ampun. Tofi tahu ia harus keluar secepatnya bila ia ingin selamat. Tapi bagaimana mungkin ia meninggalkan Rahul?
“Rahuuuul! Rahuuu!!” teriakan putus asanya menggelegar tanpa jawaban.
“Rahuuuul! Kau jangan mati dulu!” kali ini teriakannya bercampur air mata.Dia benar-benar bingung harus bagaimana. Di tengah gemeretak deru lidah api, matanya menangkap serpihan kain putih bernoda darah tersangkut di balok-balok besar yang jatuh dan menembus lantai. Tofi meraihnya. Ini benar-benar sweater Marchia. Di mana kau Rahul?
Sumber: Tofi: Perburuan Bintang Sirius
2. Suara Batin Tak Langsung
Memberi informasi kepada pembaca mengenai hal-hal yang ada dalam pikiran tokoh, tetapi bukan dengan kata-kata yang sama persis.
Contoh:
Volta langsung kehilangan selera makan dan membuang sushi favoritnya ke tong sampah (…)
Organik. Dalam hati, dia memaki dirinya sendiri karena tak berdaya menyaksikan gadis yang disayanginya pergi bersama seorang diktator. Miranda pasti sudah terpikat dengan buaian Jupiter. Siapa yang mampu mengalahkan pesona sang peguasa? Jupiter punya segalanya. Jupiter pasti punya seribu macam cara untuk menghangatkan hati gadis-gadis, sedingin apa pun mereka. semakin dia memikirkannya, semakin tak kuasa dirinya meredakan rasa sakit. Inilah saat di mana ia begitu membenci dirinya sendiri. dibandingkan planet raksasa Jupiter, dirinya hanya seumpama debu kosmik yang kehilangan arah.
Sumber: Tofi: Perburuan Bintang Sirius