For my part I know nothing with any certainty, but the sight of the stars makes me dream-Vincent Van Gogh.
Bintang-bintang selalu mempesona saya. Mungkin itu perasaan yang sama yang dimiliki oleh Galileo lebih dari tiga abad yang lalu. Tapi tahukah Anda kalau sinar bintang yang sampai ke mata kita adalah berasal dari masa lalu?
Cahaya bintang memerlukan waktu hingga milyaran tahun untuk mencapai ke mata kita atau lensa teropong. Bayangkan, seberkas cahaya menempuh perjalanan selama itu, menembus ruang hampa semesta yang dingin, gelap dan sunyi, dan akhirnya sampai ke tempat kita, menyampaikan ‘keindahan’ atau ‘cerita’ tentang tempat asalnya di ujung dan tepian semesta.
Bila malam ini kita menatap sebuah bintang, yang cahayanya menempuh jarak 100 tahun cahaya, bukankah ini artinya kita sedang melihat masa lalu, sebuah kejadian 100 tahun lalu. Ketika sebuah bintang raksasa meledak, mengakhiri hidupnya dengan membentuk Supernova dan gambar cantiknya berhasil ditangkap oleh teropong Hubble. Mungkin itu adalah peristiwa 1000 tahun yang lalu. Cahaya sebuah bintang bisa datang dari tempat yang amat dekat, seperti Matahari yang berjarak 150 juta km; bisa juga dari tempat yang sangat jauh. Seberkas cahaya mungkin memerlukan waktu hingga milyaran tahun untuk bisa sampai di depan lensa teropong dan mata kita.
Betapa singkatnya hidup kita jika dibandingkan dengan keajaiban angkasa. Di jagat raya ada ratusan miliar galaksi. Galaksi Bima Sakti hanyalah salah satu dari galaksi-galaksi yang masing-masing memiliki ratusan miliar bintang. Dan kita hanyalah setitik pasir di sebuah planet di sebuah sistem tata surya, di sebuah galaksi dan miliaran bintang-bintang yang megah dan hebat. Setitik pasir yang hidupnya singkat. Dan tidak abadi. Tapi mungkin kata-kata Chuck Palahniuk ada benarnya: We all die. The goal isn’t to live forever, the goal is to create something that will.