Silence reveals the real beauty…

Fenomena ini terjadi di mana-mana, ketika Anda pergi ke ruang-ruang publik, yang terjadi adalah sekelompok orang, nongkrong bareng, masing-masing memusatkan perhatian pada handphone mereka. Ada yang sedang mengirim pesan kepada orang lain. Beberapa berbicara di telepon. Tapi tak satu pun yang berbicara satu sama lain. Well, dunia berkembang, dan siapa dari kita yang tidak mengalaminya? Atau tidak melakukannya? Biasanya saya akan melakukannya juga ketika teman-teman saya mulai melirik handphone masing-masing, awkward jika saya hanya bengong mengamati mereka.

Dan siapa bilang itu hanya terjadi di ruang publik? Ketika kita bangun tidur, ketika di perjalanan, ketika mengantri di supermarket, ketika makan, ketika tiba di rumah, suara televisi, sampai ketika waktunya tidur, kita tidak berhenti untuk diam. Suara-suara bising ada di sekeliling kita, mulai dari derum lalu lintas, teriakan aktivitas, bunyi klik-klik komputer, handphone dan notifikasi sosial media yang tak pernah berhenti.

Ada pepatah berkata: diam itu emas. Kalimat yang seringkali diartikan untuk mengalah, tidak berargumen, tidak perlu ribut-ribut. Kalimat yang agak kuno. Ketika dunia ini terus-terusan secara konstan berkata: Speak Up! Tapi apa arti lain dari diam itu emas? Apa yang spesial dengan diam? Hening. Sunyi? Jawabannya adalah self reflection. Refleksi diri adalah tentang makna. Menciptakan makna adalah inti dari menjadi manusia. Kita membutuhkan keheningan untuk merefleksikan pengalaman, untuk menemukan siapa diri kita sebagai individu, hubungan seperti apa yang kita inginkan, dan apa yang kita hargai tentang kehidupan.

Sebuah studi tahun 2013 tentang tikus yang diterbitkan di jurnal Brain, Structure and Function menggunakan jenis kebisingan dan keheningan yang berbeda dan memonitor efek suara dan keheningan pada otak tikus. Para ilmuwan menemukan bahwa ketika tikus-tikus tersebut terpapar pada dua jam keheningan per hari, mereka mengembangkan sel baru di hippocampus (daerah otak yang terkait dengan memori, emosi dan pembelajaran). Peneliti Imke Kirste mengatakan bahwa sel-sel baru tersebut berfungsi sebagai neuron. Keheningan dapat menumbuhkan otak Anda.

Tapi kita takut akan keheningan. Ketika ada keheningan dalam percakapan, kita terus mengoceh supaya suasana tidak kikuk. Ketika ruangan sunyi, kita menyalakan musik atau televisi. Kita takut hening karena itu akan membuat kita tidak aman, mungkin tidak aman terhadap diri sendiri, terhadap apa yang kita rasakan sesungguhnya. Kita membutuhkan hening. Untuk berpikir jernih, untuk sembuh dari luka, untuk merenungkan siapa kita.

Di dunia modern hening yang sesungguhnya sama jarangnya dengan langit gelap yang sesungguhnya, tapi ketika Anda menemukannya, hening mengungkapkan keindahan yang tak terduga, sama dengan kegelapan langit yang mengungkapkan bintang-bintang.

 

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s