Ketika buku saya mulai diterbitkan, ada teman-teman yang sadar bahwa membeli buku saya artinya mendukung saya secara langsung. Ada yang tidak peduli tentu saja, tapi itu bukan masalah bagi saya, namun banyak yang dengan tanpa berpikir mencari-cari alasan dengan berkata: Sayang sekali saya tidak suka membaca buku, kalau suka saya akan membelinya. Bahkan lebih banyak lagi yang meminta gratis. Rasanya sedih, tapi mereka seperti itu karena mereka tidak punya ide sama sekali betapa sulitnya menulis sebuah buku. Betapa kerasnya Anda bekerja dengan tenaga, pikiran, Anda harus tidur lebih larut namun tetap harus bangun pagi karena Anda harus menyisihkan waktu untuk menulis disela-sela pekerjaan fulltime Anda. Oleh karena itu, saya menulis ini, karena seorang penulis layak sekali untuk mendapat julukan Si Tangguh. Seorang dengan daya tahan tingkat tinggi. Mengapa?
1. Menulis Buku Sangat Berat
Begitu banyak orang datang kepada saya sambil berkata, “Saya punya ide nih. Kayaknya saya harus menulis buku.” Saya tahu mereka cuma bicara, mereka tidak akan pernah melakukannya. Mengapa? Karena menulis buku adalah tindakan yang sangat berat. Saya menulis novel Tofi Perburuan Bintang Sirius selama tiga tahun. Draft final pertama novel tersebut 900 halaman. Anda tahu, saya dan rekan saya harus memotong 400 halaman. Dan itu kami lakukan hanya dalam dua minggu. Hasilnya saya hanya tidur dua jam setiap hari kalau sedang beruntung. Lalu setelah selesai, ada ratusan editing yang harus dihadapi, naskah novel tersebut harus diberikan kepada puluhan ilmuwan untuk menghindari kesalahan. Naskah saya dihakimi, dikritik dengan ketus, dan kemudian saya harus mengedit ulang lagi entah berapa puluh kali lagi. Menulis itu proses yang sangat berat. Karena itu tidak semua orang melakukannya. Jadi angkat kepala Anda dan banggalah menjadi penulis.
2. Mengedit Sangat Menyakitkan
Setelah semua effort dan waktu yang Anda berikan dalam menulis adegan demi adegan, dialog demi dialog, lalu tiba-tiba editor Anda berkata terlalu banyak halaman, potong!. Atau seorang teman yang membacanya memberikan kritikan yang masuk akal. Betapa seringnya saya harus memotong adegan, kalimat-kalimat favorit saya demi kepentingan editing. Saya harus melakukannya, kalau tidak bukunya akan berbelit-belit atau hambar, atau adegan-adegan tersebut tidak berfungsi apa-apa hanya memberikan warna yang bisa diwakili oleh adegan lain. Itu sangat menyakitkan.
3. Penolakan di mana-mana
Apakah itu penolakan dari penerbit, dari teman-teman Anda yang enggan memberikan waktunya untuk membaca naskah Anda untuk memberikan masukan. Orang-orang yang berbicara di belakang Anda soal betapa menulis tidak menghasilkan uang, padahal mereka tidak pernah berkontribusi apa pun untuk membantu Anda. Percayalah, saya sudah melalui semuanya. Bahkan sampai pada sebuah kritikan yang mengatakan bahwa saya tidak akan pernah bertahan di industri penulisan apa pun karena saya tidak mempunyai bakat. Tak terhitung saya menangis karena kata-kata kejam yang bahkan saya dengar dari orang-orang terdekat. Tapi saya tahu, untuk mencapai impian, saya harus bertempur. Menyelesaikan sebuah buku dapat diibaratkan masuk ke medan perang. Anda harus punya tekad dan ketekunan, sifat-sifat seperti inilah yang membuat para penulis layak disebut orang-orang tangguh.
4. Mencapai mimpi itu mengagumkan
Banyak orang mencoba menulis buku tetapi hanya sedikit yang berhasil. Entah itu karena mereka tidak memiliki waktu, tidak bisa berkorban terlalu banyak, terlalu takut karena merasa tidak cukup baik, menyerah ketika segalanya menjadi sulit, dan sebagainya. Mereka tidak melakukan apa pun yang mereka perlu lakukan untuk membuat tujuan mereka menjadi kenyataan. Jika Anda telah menyelesaikan naskah (atau sedang dalam proses menyelesaikannya), Anda berada dalam sebuah kelompok kecil di dunia ini yang masih memiliki impian itu. Anda bekerja keras untuk mencapai mimpi yang sulit, tanpa diragukan lagi Anda adalah orang yang tangguh. Dan tidak ada satu orang pun di dunia ini yang bisa mengambilnya dari Anda.