Scraps Book of Melbourne 2

picasso-1691133_960_720Art washes away from the soul the dust of everyday life. –Pablo Picasso

Sejak kecil saya memang menyukai seni, tulisan, film, musik dan pertunjukan. Mungkin karena itu saya memutuskan mengambil jurusan produksi tv dan film, juga mendalami profesi sebagai penulis, karena di dalam diri saya, saya mempunyai jiwa seni ahai! Saya beruntung somehow, sering mendapat tiket gratis film dan pertunjukan. Romany, landlady saya adalah tipe ibu-ibu yang gemar sekali berorganisasi dan bersosialisasi, jadi dia mempunyai banyak sekali teman. Dan akibatnya, saya dan teman-teman sering mendapatkan tiket film gratis karena promosi dan sebagainya. Pengalaman saya yang paling berharga berkaitan dengan seni di Melbourne adalah menghadiri pertunjukan teater dan pameran lukisan Picasso.

Melbourne Art Center

Melbourne Art CenterSaya selalu menggerutu dengan cuaca dingin Melbourne yang berangin, sampai-sampai ketika saya berulang tahun Romany menghadiahi saya selimut bulu yang hangat karena dia selalu mendengar saya mengeluh tentang cuaca. Bagaimana tidak? Angin di Melbourne itu suka membabi buta, sehingga orang sekurus saya kadang-kadang harus pegangan di tiang supaya tidak terbang (I’m serious! (hiks)). Tapi hari itu meski dingin, saya sangat senang karena mendapatkan tiket menonton teater berjudul I La Galigo. Ya, betul! I La Galigo dari Bugis, Sulawesi Selatan. Sebuah epik mitos dari peradaban Bugis yang ditulis di antara abad 13 dan ke- 15 dalam bentuk puisi berbahasa Bugis kuno. Pertunjukan tersebut diselenggarakan di Melbourne Art Center. Melbourne Art Center adalah Pusat Seni pertunjukan yang terletak di daerah Melbourne Arts Precinct sebutan area yang terdiri dari serangkaian galeri, tempat-tempat pertunjukan seni di Melbourne. Berada di Southbank di St. Kilda Road. Jadilah sepulang kuliah saya meluncur dengan trem ke arah St Kilda dan bertemu dengan teman saya.
Sutradaranya adalah Robert Wilson, yang merupakan sutradara, produser film dan pertunjukan ternama asal Amerika. Robert Wilson memilih 50 perfomer terbaik dari Indonesia, dan musiknya ditulis oleh komponis Rahayu Supanggah, orang Indonesia asli. Jadi saya begitu bangga saat duduk di sana. Menonton pertunjukan yang berlangsung selama tiga jam, tanpa ke toilet! Itu rekor untuk saya. Mengapa? Karena I La Galigo just hypnotic and perfectly beautiful!. Meskipun menggunakan narasi teks tapi itu bukan masalah karena pergerakan para performernya sangat indah dan tepat, komunikasi visual mereka benar-benar keren, mereka memang yang terbaik dari yang terbaik.
Menonton pertunjukan seni memang tergolong mahal, apalagi untuk saya yang kuliah dengan uang kiriman, tapi mempunyai teman seringkali menolong. Saya tidak membayar sesenpun alias mendapat undangan itu GRATIS dan mendapatkan tempat duduk di deretan depan pula. Saya tidak akan pernah lupa, betapa setelah tiga jam pertunjukan, tepukan tangan tidak berhenti sampai begitu lama. Saya menoleh ke belakang dan tersenyum. Hampir semua yang datang adalah orang lokal alias bule. Siapa sangka naskah epik Indonesia begitu mendunia. Dan betapa bangganya saya menjadi orang Indonesia.

The National Gallery of Victoria

NGC 1Hari itu saya mempunyai waktu kira-kira beberapa jam kosong sebelum mengikuti kelas selanjutnya. Dan semua teman saya sudah mempunyai acara sendiri-sendiri, jadi mereka langsung kabur dari kampus. Saya sebenarnya malas kembali ke rumah, karena perjalanan bisa sampai 20 menitan, belum termasuk menunggu kereta, jadi saya memutuskan akan menonton film di ruang audio visual di perpus, tapi tiba-tiba seorang teman menghampiri saya dan menanyakan apakah saya mau ikut dengannya untuk melihat koleksi Picasso di NGV singkatan dari National Gallery of Victoria. Di sana sedang ada pameran lukisan Picasso. Saya memang bukan penggemar Picasso, melainkan penggemar karya-karya van Gogh, namun Picasso adalah salah satu pelukis yang luar biasa, jadi saya menjawab, “Yes. Sure!.” Kami menaiki trem yang padat, sampai di depan NGV, saya melihat tulisan Picasso besar-besar di depan galeri. Untunglah harga tiket masuk untuk student didiskon menjadi $16, masih sanggup ;).

Tema pameran tersebut adalah Picasso: Love & War 1935-1945, merupakan rangkaian dari Melbourne  Winter Masterpieces. Pameran tersebut mengeksplorasi hubungan pribadi dan artistik antara Pablo Picasso dan kekasihnya Dora Maar. Kuratornya adalah Anne Baldassari, Direktur The Musée Picasso, di Paris.

Keterlibatan Picasso dan Dora Maar dimulai tidak lama sebelum pecahnya Perang Saudara Spanyol pada tahun 1936 dan berlangsung selama bertahun-tahun penuh gejolak Perang Dunia Kedua. Dora adalah seorang fotografer berbakat. Dua pasangan kekasih ini saling menginspirasi satu sama lain baik secara artistik juga intelektual.

Para pengunjung ramah dan selalu tersenyum pada kami. Ada satu pasangan middle age menjelaskan kepada kami tentang lukisan Picasso The Weeping Woman yang terkenal itu saat saya dan teman saya berdiskusi soal itu, dengan ramah Bapak ini yang datang dengan istrinya ikut menjelaskan. Saya merasa salah kostum. Seluruh pengunjung berpakaian sangat rapi, dengan jas kasual atau dress cantik yang elegan, sementara saya dan teman saya dengan coat dan wajah yang sama leceknya karena seharian kuliah. Aduh! Tapi syukurlah mereka tidak memandang penampilan kami, yang penting jiwa seninya ya kan? 😉

Tak lupa sebelum pulang saya membeli satu kaos dan satu magnet kulkas lukisan Picasso untuk kenang-kenangan.

Baca juga: Scraps Book of Melbourne 1

 

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s