Terkenal dengan cuaca yang sangat tidak bisa diprediksi, Melbourne sering dijuluki kota four seasons in a day. Saya menyukai kota Melbourne bukan hanya karena saya berada di sana beberapa tahun untuk menyelesaikan studi, melainkan ada hal-hal di Melbourne yang sangat membuat saya berkesan. Ini sepenggal cerita tentang Melbourne yang ingin saya bagikan.
Pertama kali mendarat di Bandara Tullamarine saat itu suhu menyentuh 2 derajat celcius. Cuaca dingin langsung menyerbu saya, maklum sekitar 8 jam yang lalu saya meninggalkan Jakarta dengan suhu 32 derajat.
Bandara Tullamarine cukup jauh dari pusat kota dan suburbs. Tempat tinggal saya berada di suburbs dan saya sempat ngotot saat supir taksi menurunkan saya di depan sebuah rumah yang sepi tanpa nomor. Saya bilang where is the number? Supir taksi menjawab: Here, this is number 1, katanya menunjukkan nomor. Saya masih melongo karena tidak ada seorang pun yang menunggu saya, sampai satu orang bapak muncul dari halaman, “Hi, are you Ellen? Please come, we are expecting you.”
Barulah saya tahu saya tidak salah rumah. Roulstan sang empunya rumah membantu menggotong dan menggeret koper-koper saya yang super berat sampai ke dalam kamar. Tidak masalah untuknya, karena badan Roulstan tinggi besar dan tegap di usia 60 an. Istrinya, Romany langsung menyambut saya. Romany bertubuh tinggi besar sama seperti suaminya. Dia ramah sekali, dan langsung membuatkan saya roti panggang yang gosong 😉 dan teh panas.
Hal pertama yang saya lakukan adalah menelepon ayah saya bahwa saya sudah sampai. Romany super baik dan dia langsung menolong. Dia terbiasa menyewakan kamar-kamar di tempat tinggalnya di belakang rumahnya dengan international students. Jadi dia langsung tahu ke mana harus membawa saya, dia menemani saya membeli barang-barang di supermarket 24 jam, mengantar saya ke bank keesokan harinya. Dia mengenalkan saya kepada seisi rumah termasuk dua calon teman saya serumah. Eva dan Melly yang juga sangat baik dan ramah. Untuk makan malam Romany membelikan kami ikan teri kacang dan lalapan dari restoran Indonesia, katanya supaya saya tidak kangen makanan Indonesia..Ummm…belum sampai 24 jam tentu saja saya belum kangen.
Dan ternyata memang saya tidak pernah kangen dengan masakan Indonesia saat di Australia. Restoran Indonesia berada hanya kurang lebih 500 meter dari kampus saya. Saya bahkan sering mendapati dosen saya makan di sana. Juga sangat mudah mencari Asian Market di Melbourne. Bahkan ada Indomie di supermarket umum. Jadi saya tidak pernah kangen masakan Indonesia, mudah sekali mencari tempe, sambal, dan lain sebagainya.
Ada banyak hal yang selalu membekas dalam memori saya ketika saya berada di kota empat musim sehari tersebut yang saya pikir harus juga Anda lakukan jika Anda berkesempatan mampir di kota ini.
Camberwell Sunday Market

heraldsun.com.au
Weekend di Melbourne biasanya saya habiskan untuk mengerjakan tugas-tugas kuliah yang menumpuk. Agak membosankan memang, tapi menghangatkan diri dari cuaca dingin yang selalu saya hadapi setiap hari, dengan segelas teh atau cokelat hangat, meringkuk di tempat tidur dengan kaos kaki tebal sambil mengetik di antara hamparan buku memenuhi kasur, lebih menyenangkan daripada terjebak dengan hawa dingin yang menusuk tulang di luar rumah. Namun ada rutinitas yang tidak pernah saya dan teman-teman lewatkan, setidaknya minimal 2 minggu sekali, kami akan pergi ke Sunday Market di daerah Camberwell. Sunday Market Camberwell sangat populer dan selalu ramai, banyak keluarga yang berkeliling bersama anjing dan kucing mereka, juga para pelajar dan mahasiswa yang mau menjajakan barang-barangnya karena mereka hendak pulang, atau pun sebaliknya, mencari barang-barang second hand yang jauh lebih murah untuk mengisi apartemen. Barang-barang di sana bisa dibilang tidak mengecewakan. Mulai dari pakaian, sepatu, kaset, buku, sampai sofa dan furniture. Kami akan berkeliling lalu menemukan pernak-pernik yang kami sukai, jika ada satu dua barang yang kami incar tapi harganya masih mahal, maka kami akan menunggu sampai pasar itu hampir tutup sekitar jam makan siang. Barulah para penjual menyerah dan berteriak-teriak “50 cent! 50 cent!” maka kami langsung berlarian, berteriak senang! Sambil merogoh recehan yang kami punya dari kantong 😉
Food Time
It’s easy to impress me. I don’t need a fancy party to be happy. Just good friends, good food, and good laughs. I’m happy. I’m satisfied. I’m content. –Maria Sharapova–
Sofia Restaurant
Tak ada jalan-jalan minggu tanpa makan bareng. Setelah puas berkeliling di Camberwell Sunday Market, kami akan makan bersama di restoran Italia, Sofia. Sofia sangat populer karena porsinya besar, sangat besar sehingga ramah di kantong. Kami akan memesan beberapa menu untuk dimakan bersama. Spaghetti carbonara, yang kebetulan adalah favorit saya dan tidak ketinggalan calamari. Sofia bukan jenis restoran elegan. Lebih pada restoran dengan atmosfer ramai, tapi saya mencintai suasananya, atmosfernya yang easy going, over sized meal supaya bisa dibawa pulang 😉 (dasar anak kost^^) juga kami bisa mengobrol keras-keras tanpa harus merasa tidak enak pada meja sebelah.
Nando’s
Tradisi lain selain Sofia, adalah Nando’s. Nando’s adalah restoran yang kasual tapi bukan juga restoran sejenis fast food pada umumnya, restoran yang pertama kali dibuka di Johannesburg Afrika selatan tahun 1987 ini, punya banyak cabang di Melbourne. Nando’s sangat terkenal dengan menu ayam panggang ala Portugis yang direndam selama 24 jam sebelum dilumuri dan dimasak dengan saus PERi-PERi yaitu saus sambal dari cabai khas Afrika. Kedengarannya enak ya? Memang! Walaupun Nando’s mempunyai lebih dari 1000 gerai di puluhan negara (di Jakarta pernah ada, tapi sudah tutup), namun saya selalu mengenang suasana hangat di tengah-tengah cuaca galau Melbourne, bersama teman-teman, tak ada yang bisa melampui kehangatan itu.
[…] Baca juga: Scraps Book of Melbourne 1 […]
LikeLike