Para penulis fiksi yang baik adalah mereka yang menulis seperti sedang jatuh cinta dan mereka akan mengedit naskah mereka dengan penuh tanggung jawab. Draft pertama haruslah menjadi perjalanan yang indah, penuh dengan penemuan, mimpi, juga janji-janji. Tapi di beberapa titik Anda harus duduk dan membuat buku Anda benar-benar berhasil. Anda harus melakukan pendekatan secara sadar dan obyektif tentang karya Anda tersebut.
Setelah mengulas naskah selama bertahun-tahun, saya mengidentifikasi setidaknya ada lima kesalahan yang sering muncul di sebuah novel. Mulailah merevisi naskah Anda, agar cerita Anda menjadi lebih baik.
1. Orang-orang bahagia di Tempat Bahagia.
Kesalahan terbesar yang paling umum, terutama pada bab pertama adalah, adegan-adegan yang menghadirkan karakter-karakter yang sangat bahagia di dunia mereka yang biasa. Para penulis berpikir bahwa dengan menunjukkan orang-orang baik yang melakukan hal-hal baik akan membuat pembaca cukup peduli ketika mereka akhirnya mendapat masalah, atau berhadapan dengan konflik.
Tapi kebenarannya adalah pembaca benar-benar baru terlibat dengan alur hanya dengan melalui kesulitan, ancaman, perubahan atau tantangan yang ada. Petunjuk pertama dalam pembuka bab adalah sebuah konflik, atau gangguan, dapat menjadi sebuah pengantar yang menakjubkan.
Contohnya seperti dalam novel See Jane Run karya Joy Fielding:
Suatu sore di akhir musim panas, Jane Withaker pergi ke toko untuk membeli susu dan telur, lalu lupa siapa dirinya.
Semua itu terjadi tiba-tiba, tanpa isyarat atau peringatan terlebih dulu, saat ia berdiri di perempatan Cambridge dan Bowdoin di tempat yang dikenalinya sebagai pusat kota Boston, dan meskipun tahu pasti di mana ia berada Jane sama sekali tak tahu siapa dirinya [……] Jane tidak tahu berapa tinggi badan, berat badan, atau warna matanya. Ia tak tahu kapan ulang tahunnya ataupun berapa usianya. Ia bisa menyebutkan warna dedaunan, tapi tak bisa ingat apakah ia berambut pirang atau cokelat. Ia tahu arah yang dituju, tapi tak ingat dari mana ia tadi. Demi Tuhan, apa yang terjadi?
Paragraf pembuka di atas mengindikasikan adanya gangguan, adanya masalah, sebuah misteri yang dialami oleh Jane. Dan kita tahu kita harus terus membaca untuk mengetahuinya. Seiring berlangsungnya novel Anda, Anda harus berhati-hati untuk berhenti di sebuah tempat bahagia.
2. Sebuah Dunia tanpa Ketakutan.
Novel-novel terbaik, adalah novel yang tinggal bersama Anda, mengikuti Anda sampai ke ujung jalan dan memiliki ancaman kematian yang menggantung di atas setiap adegan. Kematian? Bagaimana dengan novel cinta? Begitu juga dengan novel cinta. Kematian datang dalam beberapa bentuk. Kematian fisik merupakan inti dari sebuah novel misteri, thriller atau crime. Lalu ada kematian profesional, di mana karakter utama terlibat dalam suatu masalah yang akan mengancam posisi mereka. Seperti: Seorang politisi yang berselingkuh dari istrinya dengan seorang staff muda. Atau seorang wanita yang sangat boros dan terlilit hutang di mana pekerjaan dan hubungannya di ujung tanduk akibat perbuatannya.
Pekerjaan Anda sebagai penulis adalah membuat kematian tersebut menggantung pada novel Anda, untuk membuat masalah yang dihadapi protagonis sangat penting sehingga gagal dalam mengatasi hal tersebut berarti kemunduran permanen untuk peran utamanya dalam hidup.
Ada juga kematian psikologis (mati di dalam jiwa). Di sinilah genre novel cinta masuk. Biasanya tentang pasangan yang kehidupannya tidak berhasil dari bagaimana mereka seharusnya. Namun terlepas dari bentuk kematian apa yang Anda gunakan, Anda harus menempatkan kematian dalam novel sehingga rasa takut tersebut bisa dirasakan. Ketakutan tersebut bisa berupa kekuatiran yang sederhana atau teror yang berlangsung tanpa henti. Anda bisa meletakkannya di titik-titik di mana hal tersebut penting dalam perjalanan plot.
Contoh dalam novel Big Little Lies karya Liane Moriarty:
“Celeste bisa melihat ada rasa malu di mata Perry. Pria itu tahu benar alasan bahu Celeste sakit. Akan ada perhiasan yang luar biasa indah di dalam tas Perry ketika Perry pulang dari Wina nanti. Perhiasan tambahan untuk koleksi Celeste. Celeste tak akan pernah mengenakannya dan Perry tak akan pernah menanyakan alasannya.
Sejenak Celeste tidak bisa bicara. Kata-kata mengganjal dalam mulutnya. Ia membayangkan dirinya membiarkan kata-kata itu terlontar keluar. Suamiku memukulku, Renata. Tentu saja tidak pernah di wajah. Dia terlalu berkelas untuk melakukan itu. Apa suamimu memukulmu?. Kalau ya, dan ini pertanyaan yang paling menarik bagiku: Apakah kau balas memukulnya?”
Setelah cerita tersebut di atas berlangsung, ada pertanyaan di benak pembaca, bahwa nyawa Celeste mungkin berada dalam bahaya, atau Celeste menderita kematian ‘psikologis’. Dia harus menyembunyikan kekerasan yang dilakukan suaminya di hadapan orang lain. Ketakutan dan kematian yang menggantung dapat membuat pembaca tidak bergerak dari buku Anda. Jadi sebuah dunia tanpa ketakutan dalam novel tidak akan menawarkan apa pun.
3. Mudah Ditebak.
Pembaca ingin khawatir tentang karakter dalam krisis. Mereka ingin gemetar tentang apa yang terjadi berikutnya (entah itu emosional atau fisik). Jika pembaca sudah tahu apa yang akan terjadi tanpa membalik halaman, faktor kekhawatiran itu lenyap. Novel Anda tidak lagi menyampaikan mimpi tapi malah menjadi membosankan.
Cara mengatasinya adalah: Letakkan sesuatu yang tidak terduga dalam setiap adegan. Cobalah membuat daftar. Berhentilah sejenak dan tanyakan diri Anda apa yang akan terjadi selanjutnya, list kemungkinan-kemungkinan yang berpusat pada tiga bidang utama: deskripsi, tindakan dan dialog. Untuk masing-masing, jangan memilih hal pertama yang terlintas dalam pikiran. Paksakan diri Anda untuk membuat daftar setidaknya lima alternatif.
Deskripsi: Buang detail yang terlalu umum, tapi berikanlah hal unik terutama pada persepsi karakter. Bagaimana dia melihat sebuah ruangan? Apa yang dipikirkannya ketika melihat sebuah benda?
Tindakan: Tutup mata Anda dan tontonlah adegan-adegan tersebut. Biarkan karakter-karakter berimprovisasi. Apakah ada hal yang tidak biasa yang bisa dihasilkan?
Dialog: Jangan selalu menggunakan percakapan yang pasti, atau mudah ditebak. Masukkan unsur kejutan.
Sekarang perhatikan dialog dalam novel City of Heroes berikut ini:
Seorang tentara kulit putih berbadan tegap mencegat mobil mereka. Mereka terpaksa turun. Tentara itu membentak kasar dengan bahasa Indonesia yang sangat payah, intinya meminta mereka mengangkat tangan, menyerahkan senjata, berbalik dan…. Seno menghajarnya sebelum dia sempat menyelesaikan kalimatnya.
“Bastard!” tentara itu balik menghujam Seno dengan popor senapannya. Seno meradang, tapi Orion langsung menarik Seno. Dan si tentara itu juga ditarik rekannya.
“Apa yang terjadi, Jack?” tanya si tentara dalam bahasa Inggris pada rekannya.
“Maaf, Sir. Apa yang tentara Inggris lakukan di sini? Menghentikan mobil dan merampas senjata penduduk?” sergah Orion dengan bahasa Inggris yang fasih.
“Kami sedang menjaga keamanan, Bocah! Melucuti ekstrimis yang seenaknya membawa senjata berbahaya seperti kalian berdua,” jawabnya.
Meskipun kesal dengan jawaban angkuh si tentara, Orion berusaha mengendalikan kemarahannya. Dia melihat nama di tanda pengenalnya. Kemudian dia tersenyum.
“Mr.Harley, Seno bukan ekstrimis, tapi TKR, Anda berdua bisa melihat seragamnya dan yang saya lihat barusan adalah rekan Anda sengaja memukul seorang TKR. Bukankah menjaga keamanan itu tugas TKR berdasarkan perjanjian yang dilakukan Jenderal Anda dengan pemimpin kami? Apakah tentara Inggris memang mendapatkan perintah dari atasan untuk melanggar perjanjian, atau hanya mau pamer kekuatan?”
Harley terdiam, dia mengamati Orion.
Namun Jack, tentara muda yang menghajar Seno terbahak-bahak, “No way! Tidak mungkin anak ingusan ini tentara. Jangan sok jago, Nak, pulanglah ke ibu kalian. Apakah Ibu kalian tidak mengajari kalau tidak baik main jauh-jauh dari rumah?” cemoohnya.
Sontak melihat lagaknya yang menghina itu, Seno nyaris menerjangnya lagi. Tapi Orion menahannya.
“Rion, aku tahu dia menyebut-nyebut ibuku. Dia menghina kan?!”
“Maaf, Mr. Jack Russell, tidak seperti di negara kalian, hampir semua anak-anak di sini telah kehilangan ayah dan ibu mereka demi kemerdekaan, dan kami akan dengan senang hati berada di garis depan untuk membela setiap jengkal tanah dan kebebasan kami. Kalau Anda merasa bangga bisa pamer kekuatan dengan kami, saya meragukan Anda benar-benar tentara yang baru saja memenangkan perang dunia kedua.”
Wajah Jack merah padam. Harley menarik rekannya itu, kemudian menatap Orion dengan sorot mata kagum sekaligus sinis.
“Bahasa Inggris Anda bagus sekali,” katanya mengubah gaya berbicaranya dengan lebih sopan lalu menilai senapan Orion, “Apakah kepandaian Anda menembak sama bagusnya dengan kepandaian Anda bicara?” katanya memiringkan senyumnya dengan nada penasaran.
“You’ll find out, Sir, if we meet again.”
“Fair enough,” Harley tersenyum tipis lalu mempersilakan Orion dan Seno kembali ke jipnya.
Dialog diatas mengandung unsur kejutan dan direncanakan dengan baik. Anda dapat membuat daftar tersebut di atas dalam tahap perencanaan Anda, sebelum menulis adegan, dan, atau ketika Anda mengedit. Bagaimanapun juga, unsur-unsur yang tak terduga akan meningkatkan kualitas cerita Anda.
4. Dialog tidak Profesional.
Dialog adalah cara tercepat untuk meningkatkan naskah atau sebaliknya menenggelamkannya. Ketika pembaca melihat dialog yang renyah, penuh ketegangan, mereka memperoleh kepercayaan pada kemampuan penulis. Tapi dialog yang tidak istimewa memiliki efek sebaliknya.
– Dialog Profesional padat dan fokus. Dialog tidak Profesional mengembang dan berputar-putar.
– Dialog Profesional memiliki konflik. Dialog tidak Profesional terlalu manis.
– Dialog Profesional memiliki suara atau voice berbeda dari masing-masing karakter. Dialog tidak Profesional memadukan suara-suara karakter tersebut bersama-sama.
Bagaimana memperbaiki dialog?
(1) Pastikan Anda bisa “mendengar” setiap karakter dengan suara yang berbeda. Cara terbaik untuk melakukannya adalah membuat jurnal suara: sebuah dokumen bebas yang ditulis dalam suara seorang karakter, berbicara dengan Anda (penulis) dalam berbagai topik. Mengembangkan dokumen-dokumen ini sampai masing-masing karakter memiliki suara yang unik, dan kemudian menerapkan apa yang Anda pelajari untuk naskah Anda.
(2) Padatkan dialog Anda sebisa mungkin, potong kata-kata yang mengembang.
Contoh:
“Tia apakah kau marah padaku?” tanya Rian
“Iya aku marah padamu,” jawab Tia.
“Tapi kenapa? Aku tidak mengerti. Kau tidak punya alasan untuk marah padaku.”
“Tapi aku marah Rian. Apakah kau tidak bisa melihatnya di wajahku?”
Perbaikan:
“Kau marah padaku? tanya Rian.
“Ya, tentu saja,” jawab Tia
“Kau tak punya alasan untuk marah!”
Tia mengepalkan tangannya membentuk sebuah tinju.
Cobalah ini: Salin pertukaran dialog yang panjang ke dalam sebuah kertas atau dokumen baru. Lalu potong dan padatkan semaksimal yang Anda bisa. Lalu bandingkan dengan yang asli. Kemungkinan besar yang terjadi adalah Anda akan lebih menyukai versi yang baru.
Dalam menulis dialog ingatlah ketakutan. Setidaknya Anda memiliki aspek tersebut (kekuatiran, kegelisahan, takut) yang terjadi di dalam salah satu karakter Anda. Cobalah bermain dengan agenda yang berbeda dari masing-masing karakter dalam sebuah adegan. Biarkan mereka menggunakan dialog sebagai senjata untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.
5. Cinta yang Hilang.
Seperti yang saya katakan di atas, menulis buku adalah seperti orang yang sedang jatuh cinta. Menyusun novel adalah komitmen Anda terhadap suatu hubungan (pembukaan adegan mungkin adalah tahapan pendekatan atau bulan madu). Tapi pada satu titik, Anda dan buku Anda mungkin akan seperti para pasangan yang jenuh satu sama lain. Karena Anda kehilangan semangat terhadap materi Anda.
Lalu bagaimana caranya mengembalikan cinta Anda yang hilang? Caranya adalah masuk lebih dalam ke karakter Anda. Mungkin dengan memulai backstory atau latar belakang ceritanya.
Mungkin Anda sudah membuat ‘biografi’ yang lebih luas untuk karakter utama Anda. Cobalah mulai yang baru. Tetap simpan yang terbaik dari materi yang lama, tapi masukkanlah yang baru sebanyak mungkin.
Mungkin Anda bisa berbalik ke masa di mana karakter Anda berusia 17 tahun. Apa yang terjadi masa itu? Apakah ada sakit hati? Tragedi? Lakukan juga dengan antagonis Anda, dan karakter-karakter sekunder Anda. Tak lama Anda akan bersemangat kembali kepada cerita Anda.
Fokus pada apa yang karakter Anda dambakan. Kita mendamba karena kita merasa kekurangan dan membutuhkan, ada sebuah lubang dalam jiwa kita. Jadi mendamba sesuatu adalah tentang hubungan. Pembaca juga mendambakan hubungan. Dengan cerita seperti ini, mereka akan tersesat dan tersentuh olehnya.
Dengan memperbaiki lima hal ini dalam novel Anda, novel Anda akan ada dalam hati pembaca.