Riri Riza: Mengeksplorasi Sisi Patriotisme Gie

“I would rather be an outcast rather than a hypocrite”

-Gie-

Buat Anda yang pernah membaca Buku “Catatan Seorang Demonstran” tentu tidak asing lagi dengan sosok Soe Hok Gie yang yang lebih akrab dengan sapaan Gie. Gie seorang mahasiswa UI pada tahun 1962-1969 yang aktif dalam kegiatan demonstrasi menentang kediktatoran berturut-turut dari Presiden Soekarno dan Soeharto. Buku hariannya, Catatan Seorang Demonstran yang diterbitkan tahun 1983 ini akhirnya menjadi inspirasi untuk film Gie yang dirilis tahun 2005 oleh Riri Riza. Pada tahun 2007, saya berkesempatan untuk mewawancarai Riri Riza via email tentang bagaimana sisi patriotisme Gie dieksplorasi dalam Film Gie yang digarapnya.

Ellen: Bagaimana cara mas Riri mengintepretasikan sisi patriotisme Gie dalam script? (mengacu kepada artikel yang saya baca di The Jakarta Post 10 September dan 10 Februari 2006, di mana Mas Riri secara tidak langsung mengemukakan bahwa sifat heroisme atau patriotism melekat pada diri Gie)

Riri Riza: Patriot menurut saya adalah seorang intelektual yang menyuarakan kebobrokan dan hancurnya tatanan sistem di sekitar dirinya. Gie sadar betul bahwa apa yang dilakukannya adalah sesuatu yang dapat mengancam dirinya. Gie pada saat yang sama juga berada di garis depan saat demonstrasi berlangsung. Namun yang terutama adalah sikap yang diungkapkannya dalam tulisan-tulisan, dan demikian pula dengan konsistensi antara ucapan dan tindakan.

Ellen: Menurut Mas Riri, scene manakah yang paling menunjukkan Gie seorang patriot?

Riri Riza: Hampir seluruh scene yang menunjukkan pilihan-pilihan sikap Gie dalam gerakan kemahasiswaan menurut saya menunjukkan patriotisme. Gie selama menjadi mahasiwa jarang sekali melihat persoalan dalam perspektif yang kecil – ia selalu melihatnya dalam konteks kepentingan masyarakat.

Ellen: Bagaimana proses penyeleksian jurnal Soe Hok Gie ke dalam script? Apakah diukur dengan sudut pandang tertentu? (karena sepengetahuan saya pemikiran-pemikiran Soe Hok Gie sangat banyak)

Riri Riza: Seleksi didasarkan pada pilihan yang paling tepat dari cerita tentang Gie yang ingin ditampilkan. Secara intuitif saya membaca dan memilih bagian-bagian yang paling menarik bagi saya dari jurnal. Tentu subyektivitas dan pendapat produser saya juga punya peran di sini. Pengalaman Gie yang juga dekat atau dapat kami rasakan sampai hari ini.

Ellen: Apakah ada alasan khusus, mengapa dalam film ini banyak menggunakan voice over dari karakter utama?

Riri Riza: Film ini didasarkan pada catatan harian yang adalah suara hati seorang GIE. Pola voice over merupakan pola paling tepat menggambarkan hal ini.

Ellen: Bagaimana Mas Riri menciptakan ulang pemikiran-pemikiran Gie dalam shot-shot gambar sehingga pesan tersebut sampai kepada penikmat Gie? (menurut saya pesan yang disampaikan sangat kuat (contohnya sewaktu dia menulis “aku bersamamu orang-orang malang.” Mas Riri menciptakan ulang adegan Gie sedang memberikan uang kepada orang yang kelaparan “tragedi kulit mangga” di jalan))

Riri Riza: Saya menemukan dulu gagasan utama dari sebuah ungkapan Gie, dan kadang gambaran situasi seperti pemakan kulit mangga berada tak jauh dari entri catatan itu. Atau secara intuitif mereka saling menemukan. Saya tinggal menggandengkan saja.

 Ellen: Bagaimana Mas Riri memilih camera angle sehingga dapat memvisualisasikan cerita tersebut secara dramatis? (contohnya adegan demonstrasi).

Riri Riza: Ada tujuan atau impact yang ingin saya capai, perasaan heroic dari demostrasi, chaos, kemarahan, kekecewaan. Saya kadang melihat referensi. Bisa sebuah lukisan, foto, atau bahkan footage documentary. Lalu saya gambar sketsa dan saya bayangkan konsep editorialnya kelak.

Ellen: Apakah ada teknik lighting tertentu yang mas Riri gunakan ketika harus menegaskan karakter Gie yang kuat?

Riri Riza: High contrast, di saat tertentu. Namun juga menggunakan desaturated color. Membuat segalanya lebih pucat atau lebih dingin.

 Ellen: Sedalam apakah peranan aktor salam membangun karakter Gie?

Riri Riza: Sangat penting, ia yang membawa karakter, menghidupkan karakter. Dalam hal ini lebih sulit dan menantang, karena Gie adalah tokoh yang pernah hidup dan nyata.

 Ellen: Bagaimanakah Mas Riri dapat menghidupkan atmosfir tahun 1960 an ke dalam film Gie?

Riri Riza: Hmm, sekali lagi. Referensi foto, lukisan, footage documentary. Persiapan memerlukan waktu yang panjang, dan juga pemilihan lokasi yang tepat (lokasi shooting 80% di Semarang Jateng). Namun saya juga selalu memastikan ada emosi dalam setiap adegan. Menurut saya ini sangat penting.

Ellen: Apakah ada faktor lain selain yang saya sebutkan di atas yang mempunyai peranan penting dalam membangun karakter Gie yang kuat?

Riri Riza: Unsur-unsur seperti editing, suara, dan musik sangat berperan dalam menciptakan drama film ini. Drama yang membawa kita pada suatu masa yang sangat tegang di pertengahan tahun 65.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s